Hadist Tentang Puasa

Derajat Hadits Bacaan Waktu Berbuka Puasa

Dibawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do’a di waktu berbuka puasa. Kemudian, akan saya terangkan satu persatu derajatnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan sah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah/dla’if tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.

Hadits Pertama

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah! UntukMu aku berpuasa dan atas rezeki dariMu kami berbuka. Ya Allah! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).” [Riwayat: Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir].

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif.

Pertama:
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.

  1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if.
  2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta).
  3. Kata Imam Ibnu Hibban : Pemalsu hadits.
  4. Kata Imam Dzahabi : Dia dituduh pemalsu hadits.
  5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya).
  6. Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.

Kedua:
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata: “Munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.”

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, al-Haitsami dan al-Albani dan lain-lain.

Periksalah kitab-kitab:

  1. Mizanul I’tidal 2/666.
  2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami.
  3. Zaadul Ma’ad di kitab Shiyam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim.
  4. Irwaul Ghalil 4/36-39 oleh Muhaddist al-Albani.

Hadits Kedua

Yang artinya: “Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillahi, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karenaMu aku berbuka puasa dan atas rezeki dariMu aku berbuka)”. [Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shagir hal 189 dan Mu’jam Awshath].

Sanad hadits ini Lemah/Dlo’if.

Pertama:
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.

  1. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya adl-Dhu’afa: Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
  2. Kata Imam Ibnu ‘Ady: Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
  3. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni: Lemah!
  4. Saya berkata Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).

Kedua:
Di sanad ini juga ada Dawud bin az-Zibriqaan.

  1. Kata al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr al-Bajaly.
  2. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
  3. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7).
  4. Saya berkata : al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di kitabnya Risalah Puasa akan tetapi beliau diam tentang derajat hadits ini?

Hadits Ketiga

Yang artinya: “Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu …..” [Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Sunniy]

Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke-2 kecuali awalnya tidak pakai “Bismillah“.

Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama:
“Mursal, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits Mursal adalah; seorang Tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua:
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang Majhul. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat-Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya.”

Hadits Keempat

Yang artinya: “Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Insya Allah). [Hadits HASAN, riwayat Abu Dawud No. 2357, Nasa’i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239].

Sanad hadits ini Hasan.

al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquhni!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berkata: Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.

Kesimpulan

  1. Hadits yang ke-1,2 dan 3 karena tidak sah (tidak shahih, sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.
  2. Sedangkan hadits yang ke-4 karena riwayatnya telah sah (shahih) maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).

SUMBER:
Kitab: al-Masaa-il (Masalah-Masalah Agama), Jilid 1.
Penulis: al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat.
Penerbit: Darul Qolam, Jakarta.
Cetakan: Cetakan ke-3, tahun 1423/2002M.

Leave a comment