Hambatan2 Menuju Allah Swt

Bismillahir Rahmanir Rahiim

Hendaklah diketahui bahwa perjalanan seseorang hamba yang ingin menuju kehadlirat Allah SWT ia akan menghadapi beberapa rintangan-rintangan atau penghalang-penghalang.

Didalam kitab Ad-Durrunnafis (Permata Yang Indah) karya Syeikh M. Nafis Bin Idris Al-Banjarie yang diterjemahkan oleh K.H. Haderanie H.N, dijelaskan bahwa : “Hal-hal yang dapat merusakkan perjalanan menuju Allah SWT itu  diantaranya :

a.Kasal (Malas), yaitu malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah SWT, padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat itu.

b.Futur (Bimbang/Lemah pendirian), yaitu tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.

c.Malal (Pembosan), yaitu cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadat karena merasa terlalu sering dilakukan padahal tujuan belum juga tercapai.

Timbulnya hal-hal tersebut diatas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyak terpengaruh oleh hawa nafsunya sendiri.

Selanjutnya hal-hal yang mengakibatkan gagalnya untuk mencapai tujuan, antara lain adanya penyakit “Syirik Khofi” (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbulnya suatu tanggapan dalam hatinya  bahwa segala amal ibadat yang dilakukannya adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya dan diyakininya bahwa apa yang dilakukannya itu semua pada hakikatnya dari pada Allah SWT.

Hal-hal yang tergolong dalam syirik khofi antara lain adalah sebagai berikut  :

1.Riya’, yaitu menampak-nampak kan ibadah atau amalnya kepada orang lain dengan  maksud tertentu yang lain daripada Allah.

2.Sum’ah, yaitu sengaja mencerita-ceritakan tentang amal ibadatnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ikhlas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.

3.‘Ujub (membanggakan diri), yaitu merasa hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadatnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan rahmat Allah.

4.Hajbun (hijab/dinding), yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain terpengaruh kepada keindahan amal ibadatnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia dari Allah swt.

Oleh sebab itu agar dapat terlepas dari hal-hal tersebut diatas hal mana dapat membahayakan perjalanan seorang hamba menuju Allah swt, maka tidak ada jalan lain kecuali memantapkan pandangan batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan bahwa “ segala apapun yang terjadi pada hakikatnya adalah daripada Allah swt semata ”.

Didalam kitab “Minhajul ‘Abidin” karya Imam Ghazali dijelaskan : ada tujuh rintangan/penghalang yang mesti dilalui seseorang hamba dalam memperoleh yang dicarinya.

Hal pertama yang menggerakkan hamba untuk menempuh jalan ibadah ialah sentuhan samawi dan taufiq, khususnya dari Allah SWT, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW : “Apabila cahaya telah masuk kedalam qalbu seseorang, qalbu itu akan terbuka dan menjadi lapang” kemudian beliau ditanya : “Wahai Rasulullah, adakah tanda-tanda untuk mengetahui keterbukaan itu ?” Beliau menjawab : “Menjauhi dunia, negeri yang penuh dengan tipu daya ; kembali ke akhirat, negeri abadi; dan bersiap-siap menghadapi maut sebelum ia tiba “.

Dihembuskan kedalam qalbu seseorang hamba Allah bahwa ia mempunyai Rabb yang memberikan berbagai macam nikmat. Dia berkata : “Rabbi menuntutku untuk bersyukur dan mengabdi kepada-Nya. Jika aku lalai, maka Dia akan mencabut nikmat-Nya dariku. Dia telah mengutus seorang rasul kepadaku dengan membawa berbagai mu’jizat dan memberitahukan bahwa aku mempunyai Rabb Yang Maha Mengetahui lagi Berkuasa. IA akan memberi pahala karena mentaati-Nya dan akan menyiksa karena mendurhakai-Nya”. Rabb telah mengeluarkan perintah dan larangan. Dia (hamba) merasa khawatir terhadap dirinya disisi Rabb. Dia tidak menemukan jalan keluar dari kemelut ini kecuali mencari bukti-bukti yang menunjukkan adanya Maha Pencipta dengan  mengetahui ciptaan-Nya. Setelah itu tercapailah keyakinan akan adanya Rabb yang memiliki sifat tersebut.

Inilah rintangan pertama, berupa Ilmu dan Ma’rifat (pengetahuan) yang dijumpainya dipermulaan jalan menuju terbukanya mata hati dengan cara belajar dan bertanya kepada Ulama yang mengerti tentang kehidupan akhirat.

Setelah keyakinan tentang adanya Rabb tercapai, ma’rifat mendorongnya untuk memulai pengabdian. Akan tetapi dia tidak mengetahui bagaimana seharusnya dia beribadah kepada Rabb. Dia mempelajari kewajiban-kewajiban syar’i, baik yang bersifat lahir maupun yang bersifat batin. Ketika ilmu dan ma’rifat telah melengkapi dirinya, maka terdoronglah ia untuk melaksanakan ibadah. Dia menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang berdosa sebagaimana halnya kebanyakan orang. Dia berkata : “Bagaimana aku dapat melakukan keta’atan, sedangkan aku selalu bergelimang dalam berbagai maksiat. Aku wajib bertaubat dahulu kepada-Nya agar Dia melepaskan diriku dari cengkraman dosa, dan membersihkan diriku dari segala kekotorannya sehingga aku pantas untuk mengabdi kepada-Nya”. Disini ia berhadapan dengan rintangan kedua yaitu tobat. Setelah menjalani tobat dengan memenuhi segala hak dan persyaratannya, dia kembali memperhatikan jalan. Tiba-tiba dilihatnya beberapa hal yang menghambat jalan untuk beribadah kepada Allah. Ada empat hambatan yang dihadapinya, yaitu : dunia, makhluk, setan dan nafsu. Kini ia menghadapi rintangan ketiga berupa hambatan-hambatan. Dia harus mendobraknya dengan empat perkara pula, yaitu : Melepaskan diri dari dunia, tidak menggantungkan diri kepada makhluk, dan memerangi setan dan hawa nafsunya. Dari empat hambatan tersebut , maka nafsu merupakan penghambat yang paling berat, karena manusia tidak mungkin melepaskan diri darinya atau mengalahkannya seperti mengalahkan setan, lantaran nafsu merupakan kendaraan dan alat. Jika dia menurutinya, maka ia tidak akan mempunyai keinginan untuk melakukan ibadah, karena nafsu merupakan tabiat yang sangat bertentangan dengan kebaikan. Manusia perlu mengendalikan nafsu dengan taqwa, agar selamat dan dapat menggunakannya dalam berbagai kebaikan serta mencegahnya dari segala kejahatan.

Setelah berhasil menerobos rintangan ketiga, kini ia berhadapan dengan rintangan keempat yang membuatnya tidak bergairah (malas) dalam melakukan ibadah kepada Allah swt. Rintangan yang dihadapinya inipun ada empat :

Pertama, rezeki yang dituntut oleh nafsu dan memang merupakan suatu keperluan ;

Kedua, berbagai hal yang ditakuti, diharapkan, diinginkan atau dibencinya, sedangkan dia tidak mengetahui kebaikan dan kerusakannya disitu ;

Ketiga, berbagai bencana dan musibah yang mengepungnya dari segala sudut, apalagi ia telah bertekad untuk tidak bergantung kepada makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu.

Keempat, bermacam-macam qadho’ (ketentuan) Allah.

Untuk menerobos keempat penghambat tersebut  diapun memerlukan empat perkara, yaitu :

Pertama, bertawakkal kepada Allah dalam masalah rezeki.

Kedua, menyerahkan masalah bahaya kepada-Nya.

Ketiga, bersabar dalam menghadapi berbagai musibah.

Keempat, ridho menerima qadho (ketentuan) dari Allah.

Setelah berhasil menerobos rintangan keempat, tiba-tiba nafsunya menjadi lesu dan malas, tidak bersemangat dan tidak bergairah untuk melakukan kebaikan sebagaimana mestinya. Nafsunya cendrung lalai dan menganggur, bahkan cendrung kepada hal yang sia-sia dan berlebihan. Disini ia membutuhkan penuntun agar ta’at dan dapat merobohkan benteng perbuatan maksiat, yaitu berupa harapan (raja’) dan takut (khauf) ; harapan akan kemuliaan yang telah dijanjikan, dan takut akan berbagai siksaan dan hinaan yang telah diancamkan. Yang dihadapi kali ini rintangan kelima yaitu rintangan pendorong. Untuk menerobosnya dia memerlukan dua perkara tersebut yaitu : harapan (raja’) dan takut (khauf) seperti tersebut diatas.

Setelah berhasil menerobos rintangan kelima, dia tidak melihat satu rintanganpun. Yang dia dapatkan adalah pendorong dan penggerak, sehingga dia melakukan ibadah dengan penuh gairah dan kerinduan. Kemudian dia merenungi ; tiba-tiba tampak olehnya dua bahaya besar menghadangnya, yaitu riya’ dan ‘ujub (takabbur). Kadang-kadang ketaatannya ingin dilihat orang lain, dan kadang-kadang dia ingin membanggakan serta memuliakan dirinya.

Disini dia berhadapan dengan rintangan keenam, berupa penyakit hati. Untuk menerobosnya, dia harus ikhlas dan ingat bahwa semua ini adalah karunia Allah. Setelah berhasil melaluinya dengan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Perkasa, maka tercapailah kesempurnaan ibadah sebagai mana yang diharapkan.

Akan tetapi ketika dia merenung kembali, tiba-tiba didapati dirinya tenggelam didalam lautan nikmat Allah berupa taufiq dan perlindungan. Dia takut kalau-kalau lalai bersyukur, sehingga terjerumus kedalam kekufuran dan turun dari martabat yang tinggi. Disinilah dia berhadapan dengan rintangan terakhir (ketujuh) yaitu pujian dan syukur. Dia baru akan berhasil melewati rintangan itu jika dia memperbanyak memuji Allah dan bersyukur atas nikmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya.

Setelah berhasil melewatinya, sampailah dia sekarang kepada maksud dan tujuan. Kini dia hidup dalam kondisi yang paling baik dari sisa-sisa umurnya, dirinya didunia dan qalbunya diakhirat. Hari demi hari dia menantikan kedatangan utusan Allah yaitu malaikat yang akan mencabut nyawanya. Maka muncullah kerinduannya kepada malaikat yang ada dilangit. Tiba-tiba dia mendapatkan utusan Rabb semesta alam itu memberikan khabar gembira kepadanya berupa keridhoan Rabb, bukan kemurkaan-Nya. Utusan itu (malaikat pencabut nyawa) memindahkannya dalam keadaan sebagai diri yang baik  dan manusia yang sempurna dari dunia yang fana ini ke hadlirat Ilahi dan taman surga, lalu diperlihatkan kepada dirinya yang fakir itu keindahan surga dan kerajaan Yang Agung.

One thought on “Hambatan2 Menuju Allah Swt

Leave a comment